Berita

Refleksi Pendidikan Indonesia : Realita pembelajaran saat ini

Dwi Hariyadi

Menghadapi pembelajaran 21 dan era revolusi industri 4,0, masyarakat percaya dan meyakini bahwa bahwa peserta didik atau anak-anak kita saat ini memiliki tantangan yang cukup besar. Semua kompetensi maupun kemampuan dalam rangka menghadapi era ini harus dijejalkan sebagai bekal yang perlu dimilikinya. Timbul suatu anggapan bahwa setiap anak harus dipersiapkan dengan baik dengan kompetensi yang sama untuk setiap individu mengingat apa yang akan mereka hadapi adalah tantangan yang sama. Hal ini memberikan pengertian bahwa tidak melihat akan apa yang anak-anak didik kita miliki secara fitrahnya, kita berkewajiban memberikan dan mengharuskan setiap pengetahuan dimilikinya. Ini tentunya berdampak pada cara atau proses pembelajaran di dalam kelas di mana lebih banyak didominasi guru sebagai sumber informasi karena padatnya pengetahuan yang harus diberikan. Anak-anak diajak berlomba-lomba mengejar  capaian kompetensi yang sama dan disematkan dalam sebuah angka yang mencerminkan kemampuannya. Setidaknya inilah yang dipahami dan dirasakan pada pendidikan di Indonesia saat ini sebelum kita lebih jauh mengenal filosofis pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.

Perubahan pemikiran dan perilaku yang harus dipahami

Filosofis dan pemikiran Ki Hajar Dewantara memberikan wawasan yang jauh mendalam dan pandangan yang lebih terbuka mengenai bagaimana mendidik dan mengajar. Mengajar sebagai salah satu bagian dari pendidikan adalah sebuah tuntunan segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Filosofi ini memposisikan peserta didik sebagai individu yang merdeka dan memiliki kekuatan kodrat yang harus dituntun. Berdasarkan pemikiran KHD ini, maka pendidikan yang berhamba pada anak sewajarnya dilakukan oleh guru. Oleh karenanya pemikiran dan perilaku kita baik itu guru maupun orang tua dan masyarakat sudah selayaknya berubah dan mengimplementasikan filosofi-filosofi yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Guru khususnya harus mampu menyediakan ruang-ruang kelas dimana anak-anak dituntun pada pertumbuhan dan perkembangannya dalam menemukan, mengembangkan serta menjadi anak didik sebagai manusia yang utuh atas dirinya. Guru menggali minat bakat peserta didik dengan tetap membangun budi pekerti atau karakternya sebagai bagian dari persiapan dan peserdiaan untuk segala kepentingan hidup manusia baik dalam bermasyarakat maupun berbudaya dalam arti seluas-luasnya.

Implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara

Satu hal yang setidaknya para pendidik khususnya maupun masyarakat umumnya pada saat ini dapat segera implementasikan dalam pembelajaran dikelas adalah kemerdekaan dalam belajar dan mengajar. Anak-anak didik memiliki kodrat zaman dan kodrat alamnya masing-masing sebagai sebuah pemberian atau berkah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dijadikan sebagai potensi diri. Minat dan bakat dapat dikembangkan seoptimal mungkin dan menebalkan laku peserta didik sehingga memiliki budi pekerti serta karakter yang baik. Pendidik di sekolah serta orang tua di rumah berperan dalam menuntun peserta didik secara utuh dengan cara yang teratur sebagaimana naluri pendidikan. Sejalan dengan ini tentunya sebagai seorang pendidik dalam mengajar dan mendidik menggunakan peralatan pendidikan yang beragam seperti : memberi contoh, pembiasaan, pengajaran, perintah / paksaan / hukuman, tindakan atau bahkan pengalaman lahir bathin. Dari apa yang dipaparkan mengenai penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara maka secara konkrit pembelajaran di kelas akan nampak beragam aktifitas pembelajaran peserta didik dan pendidik yang merdeka. Capaian pembelajaran dapat dipilih secara fleksibel dengan disisipkan penanaman karakter atau budi pekerti. Pendidik lebih leluasa dalam memilih dan melaksanakan pembelajaran yang jauh lebih sederhana sehingga konsep dapat sedalam mungkin dipelajari.